Monday, November 11, 2013

dampak lingkungan

Kurangi Dampak Lingkungan

RAMAH PADA LINGKUNGAN

Bahkan aktivitas paling sederhana yang dilakukan setiap hari, dapat membantu memulihkan planet kita yang kian rusak ini. Jangan tunda lagi, mari lakukan sekarang.
Kelangsungan hidup berbagai mahluk hidup di muka bumi kian terancam. Sudah saatnya setiap orang ikut menangani dengan cara masing-masing dan sesegera mungkin. Pastikan semua menggunakan solusi dan teknologi yang ramah lingkungan!
Hemat energi
  • Matikan semua alat elektronik saat tidak digunakan. Kerlip merah penanda standby menunjukkan alat tersebut masih menggunakan listrik. Artinya Anda terus berkontribusi pada pemanasan global.
  • Pilihlah perlengkapan elektronik serta lampu yang hemat energi
  • Saat matahari bersinar hindari penggunaan mesin pengering, jemur dan biarkan pakaian kering secara alami.
Hemat air
  • Matikan keran saat sedang menggosok gigi
  • Gunakan air bekas cucian sayuran dan buah untuk menyiram tanaman
  • Segera perbaiki keran yang bocor - keran bocor menumpahkan air bersih hingga 13 liter air per hari
  • Jika mungkin mandilah dengan menggunakan shower. Mandi berendam merupakan cara yang paling boros air.
Hemat kayu dan kertas
  • Selalu gunakan kertas di kedua sisinya
  • Gunakan kembali amplop bekas
Kurangi, pakai lagi dan daur ulang (Reduce, Reuse and Recycle)
  • Bantulah mengurangi tumpukan sampah dunia
  • Jangan gunakan produk 'sekali pakai' seperti piring dan sendok kertas atau pisau, garpu dan cangkir plastik
  • Gunakan baterai isi ulang
  • Pilih kalkulator bertenaga surya
  • Simpan makanan dalam wadah keramik, hindar
Sumber :http://www.wwf.or.id/cara_anda_membantu/kurangi_dampak_lingkungan/

limbah beracun

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Polusi limbah beracun mengancam ratusan juta orang di seluruh dunia, termasuk di Afrika dan juga di Indonesia.
"Kami memperkirakan kesehatan 200 juta orang berisiko terkena polisi di negara berkembang," kata Richard Fuller, pengamat lingkungan dari Blacksmith Institute yang berkantor pusat di AS .
Institut tersebut dan Green Cross Switzerland mempublikasikan 10 daftar "tempat yang paling buruk polusinya di dunia"- sejak 2007 - dengan menghitung lebih dari 2.000 perkiraan risiko di lokasi yang terkontaminasi di 49 negara.
Wilayah lain yang juga masuk dalam daftar 2013 termasuk Cekungan Sungai Citarum di Jawa Barat, sebuah wilayah yang dihuni oleh sembilan juta orang, dan juga 2.000 pabrik.
Sungai, yang digunakan untuk kebutuhan manusia dan irigasi lahan pertanian, mengandung racun yang sangat besar, termasuk alumunium dan magnesium.
Tes yang dilakukan terhadap air minum menunjukan kadar timah mencapai tingkat 1.000 kali lebih tinggi dibandingkan standar yang ditetapkan di AS, seperti disebutkan dalam laporan.
Selain Citarum, wilayah lain di Indonesia yaitu Kalimantan juga masuk dalam daftar tersebut karena penyebaran 
Tahun ini, negara lain yang masuk dalam daftar adalah Bangladesh, yang disebutkan sungai terbesar di ibukota Dhaka tercemar sampah beracun.

Sampah elektronik

"Sampah elektronik akan menjadi tantangan. Pertumbuhanya meningkat. Setiap orang ingin komputer, sebuah laptop, dan peralatan elektronik modern, jadi saya pikir kita seperti melihat gunung es."
Jack Caravanos
Afrika Barat merupakan wilayah kedua terbesar pengembangan sampah elektronik, di Agbogbloshie ibukota Ghana, Accra.
Setiap tahun, Ghana mengimpor sekitar 215.000 ton barang-barang elektronik bekas, terutama dari Eropa Barat, dan diperkirakan akan bertambah dua kali lipat pada 2020, menurut laporan tersebut.
Laporan organisasi lingkungan juga menyebutkan masalah kesehatan yang menjadi perhatian adalah kaitan pemrosesan sampah elektronik di Ghana adalah membakar penutup kabel untuk memulihkan bagian tembaga di dalamnya. Kabel-kabel tersebut bisa jadi mengandung logam berat, termasuk timah.
Contoh tanah dari sekitar Agbogbloshie menunjukan tingkat konsentrasi logam beracun mencapai 45 kali dari level yang dapat diterima, seperti dikatakan dalam laporan.
"Sampah elektronik akan menjadi tantangan. Pertumbuhanya meningkat. Setiap orang ingin komputer, laptop, dan peralatan elektronik modern, jadi saya pikir kita seperti melihat gunung es," kata direktur penelitian Blacksmith, Jack Caravanos kepada reporter seperti diberitakan AFP.

sumber :http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2013/11/131105_lingkungan_polusi.shtml

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Polusi limbah beracun mengancam ratusan juta orang di seluruh dunia, termasuk di Afrika dan juga di Indonesia.
"Kami memperkirakan kesehatan 200 juta orang berisiko terkena polisi di negara berkembang," kata Richard Fuller, pengamat lingkungan dari Blacksmith Institute yang berkantor pusat di AS .
Institut tersebut dan Green Cross Switzerland mempublikasikan 10 daftar "tempat yang paling buruk polusinya di dunia"- sejak 2007 - dengan menghitung lebih dari 2.000 perkiraan risiko di lokasi yang terkontaminasi di 49 negara.
Wilayah lain yang juga masuk dalam daftar 2013 termasuk Cekungan Sungai Citarum di Jawa Barat, sebuah wilayah yang dihuni oleh sembilan juta orang, dan juga 2.000 pabrik.
Sungai, yang digunakan untuk kebutuhan manusia dan irigasi lahan pertanian, mengandung racun yang sangat besar, termasuk alumunium dan magnesium.
Tes yang dilakukan terhadap air minum menunjukan kadar timah mencapai tingkat 1.000 kali lebih tinggi dibandingkan standar yang ditetapkan di AS, seperti disebutkan dalam laporan.
Selain Citarum, wilayah lain di Indonesia yaitu Kalimantan juga masuk dalam daftar tersebut karena penyebaran Klik limbah merkuri di pertambangan emas skala kecil.
Tahun ini, negara lain yang masuk dalam daftar adalah Bangladesh, yang disebutkan sungai terbesar di ibukota Dhaka tercemar sampah beracun.

Sampah elektronik

"Sampah elektronik akan menjadi tantangan. Pertumbuhanya meningkat. Setiap orang ingin komputer, sebuah laptop, dan peralatan elektronik modern, jadi saya pikir kita seperti melihat gunung es."
Jack Caravanos
Afrika Barat merupakan wilayah kedua terbesar pengembangan sampah elektronik, di Agbogbloshie ibukota Ghana, Accra.
Setiap tahun, Ghana mengimpor sekitar 215.000 ton barang-barang elektronik bekas, terutama dari Eropa Barat, dan diperkirakan akan bertambah dua kali lipat pada 2020, menurut laporan tersebut.
Laporan organisasi lingkungan juga menyebutkan masalah kesehatan yang menjadi perhatian adalah kaitan pemrosesan sampah elektronik di Ghana adalah membakar penutup kabel untuk memulihkan bagian tembaga di dalamnya. Kabel-kabel tersebut bisa jadi mengandung logam berat, termasuk timah.
Contoh tanah dari sekitar Agbogbloshie menunjukan tingkat konsentrasi logam beracun mencapai 45 kali dari level yang dapat diterima, seperti dikatakan dalam laporan.
"Sampah elektronik akan menjadi tantangan. Pertumbuhanya meningkat. Setiap orang ingin komputer, laptop, dan peralatan elektronik modern, jadi saya pikir kita seperti melihat gunung es," kata direktur penelitian Blacksmith, Jack Caravanos kepada reporter seperti diberitakan AFP.

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

KLH dan BI mendorong sektor Perbankan dukung Ekonomi Hijau - See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
KLH dan BI mendorong sektor Perbankan dukung Ekonomi Hijau - See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
KLH dan BI mendorong sektor Perbankan dukung Ekonomi Hijau - See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau. Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan  KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking  di berbagai Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan. Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup, Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal), Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,” demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing) diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan, efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan nasional.  Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia (BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota Kesepahaman ini meliputi:
  1. Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
  2. Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman, kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi yang diperlukan.
  3. Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
  4. Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau. Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan  KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking  di berbagai Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan. Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup, Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal), Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,” demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing) diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan, efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan nasional.  Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia (BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota Kesepahaman ini meliputi:
  1. Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
  2. Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman, kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi yang diperlukan.
  3. Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
  4. Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau. Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan  KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking  di berbagai Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan. Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup, Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal), Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,” demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing) diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan, efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan nasional.  Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia (BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota Kesepahaman ini meliputi:
  1. Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
  2. Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman, kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi yang diperlukan.
  3. Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
  4. Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau. Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan  KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking  di berbagai Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan. Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup, Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal), Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,” demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing) diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan, efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan nasional.  Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia (BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota Kesepahaman ini meliputi:
  1. Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
  2. Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman, kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi yang diperlukan.
  3. Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
  4. Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau. Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan  KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking  di berbagai Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan. Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup, Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal), Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,” demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing) diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan, efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan nasional.  Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia (BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota Kesepahaman ini meliputi:
  1. Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
  2. Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman, kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi yang diperlukan.
  3. Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
  4. Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau. Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan  KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking  di berbagai Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan. Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup, Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal), Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,” demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing) diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan, efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan nasional.  Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia (BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota Kesepahaman ini meliputi:
  1. Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
  2. Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman, kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi yang diperlukan.
  3. Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
  4. Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau. Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan  KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking  di berbagai Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan. Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup, Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal), Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,” demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing) diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan, efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan nasional.  Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia (BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota Kesepahaman ini meliputi:
  1. Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
  2. Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman, kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi yang diperlukan.
  3. Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
  4. Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau. Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan  KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking  di berbagai Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan. Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup, Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal), Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,” demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing) diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan, efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan nasional.  Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia (BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota Kesepahaman ini meliputi:
  1. Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
  2. Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman, kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi yang diperlukan.
  3. Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
  4. Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau. Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan  KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking  di berbagai Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan. Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup, Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal), Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,” demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing) diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan, efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan nasional.  Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia (BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota Kesepahaman ini meliputi:
  1. Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
  2. Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman, kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi yang diperlukan.
  3. Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
  4. Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau. Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan  KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking  di berbagai Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan. Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup, Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal), Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,” demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing) diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan, efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan nasional.  Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia (BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota Kesepahaman ini meliputi:
  1. Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
  2. Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman, kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi yang diperlukan.
  3. Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
  4. Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Limbah beracun ancam ratusan juta orang

Lingkungan

Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.
Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri).
Ilmu yang mempelajari lingkungan adalah ilmu lingkungan atau ekologi. Ilmu lingkungan adalah cabang dari ilmu biologi.

 Menurut Undang Undang No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya.

Dalam lingkungan hidup terdapat ekosistem, yaitu tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
Merujuk pada definisi di atas, maka lingkungan hidup Indonesia tidak lain merupakan Wawasan Nusantara, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alamiah dan kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi nilainya, tempat bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bernegara dalam segala aspeknya.
Secara hukum maka wawasan dalam menyelenggarakan penegakan hukum pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia adalah Wawasan Nusantara.