Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Polusi limbah beracun mengancam ratusan juta orang di seluruh dunia, termasuk di Afrika dan juga di Indonesia.
"Kami memperkirakan kesehatan 200 juta orang
berisiko terkena polisi di negara berkembang," kata Richard Fuller,
pengamat lingkungan dari Blacksmith Institute yang berkantor pusat di AS
.
Institut tersebut dan Green Cross
Switzerland mempublikasikan 10 daftar "tempat yang paling buruk
polusinya di dunia"- sejak 2007 - dengan menghitung lebih dari 2.000
perkiraan risiko di lokasi yang terkontaminasi di 49 negara.
Wilayah lain yang juga masuk dalam daftar 2013
termasuk Cekungan Sungai Citarum di Jawa Barat, sebuah wilayah yang
dihuni oleh sembilan juta orang, dan juga 2.000 pabrik.
Sungai, yang digunakan untuk kebutuhan manusia
dan irigasi lahan pertanian, mengandung racun yang sangat besar,
termasuk alumunium dan magnesium.
Tes yang dilakukan terhadap air minum menunjukan
kadar timah mencapai tingkat 1.000 kali lebih tinggi dibandingkan
standar yang ditetapkan di AS, seperti disebutkan dalam laporan.
Selain Citarum, wilayah lain di Indonesia yaitu Kalimantan juga masuk dalam daftar tersebut karena penyebaran
Tahun ini, negara lain yang masuk dalam daftar
adalah Bangladesh, yang disebutkan sungai terbesar di ibukota Dhaka
tercemar sampah beracun.
Sampah elektronik
"Sampah
elektronik akan menjadi tantangan. Pertumbuhanya meningkat. Setiap
orang ingin komputer, sebuah laptop, dan peralatan elektronik modern,
jadi saya pikir kita seperti melihat gunung es."
Afrika Barat merupakan wilayah kedua terbesar pengembangan sampah elektronik, di Agbogbloshie ibukota Ghana, Accra.
Setiap tahun, Ghana mengimpor sekitar 215.000
ton barang-barang elektronik bekas, terutama dari Eropa Barat, dan
diperkirakan akan bertambah dua kali lipat pada 2020, menurut laporan
tersebut.
Laporan organisasi lingkungan juga menyebutkan
masalah kesehatan yang menjadi perhatian adalah kaitan pemrosesan sampah
elektronik di Ghana adalah membakar penutup kabel untuk memulihkan
bagian tembaga di dalamnya. Kabel-kabel tersebut bisa jadi mengandung
logam berat, termasuk timah.
Contoh tanah dari sekitar Agbogbloshie
menunjukan tingkat konsentrasi logam beracun mencapai 45 kali dari level
yang dapat diterima, seperti dikatakan dalam laporan.
"Sampah elektronik akan menjadi tantangan.
Pertumbuhanya meningkat. Setiap orang ingin komputer, laptop, dan
peralatan elektronik modern, jadi saya pikir kita seperti melihat gunung
es," kata direktur penelitian Blacksmith, Jack Caravanos kepada
reporter seperti diberitakan AFP.
sumber :
http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2013/11/131105_lingkungan_polusi.shtml
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Polusi limbah beracun mengancam ratusan juta orang di seluruh dunia, termasuk di Afrika dan juga di Indonesia.
"Kami memperkirakan kesehatan 200 juta orang
berisiko terkena polisi di negara berkembang," kata Richard Fuller,
pengamat lingkungan dari Blacksmith Institute yang berkantor pusat di AS
.
Institut tersebut dan Green Cross
Switzerland mempublikasikan 10 daftar "tempat yang paling buruk
polusinya di dunia"- sejak 2007 - dengan menghitung lebih dari 2.000
perkiraan risiko di lokasi yang terkontaminasi di 49 negara.
Wilayah lain yang juga masuk dalam daftar 2013
termasuk Cekungan Sungai Citarum di Jawa Barat, sebuah wilayah yang
dihuni oleh sembilan juta orang, dan juga 2.000 pabrik.
Sungai, yang digunakan untuk kebutuhan manusia
dan irigasi lahan pertanian, mengandung racun yang sangat besar,
termasuk alumunium dan magnesium.
Tes yang dilakukan terhadap air minum menunjukan
kadar timah mencapai tingkat 1.000 kali lebih tinggi dibandingkan
standar yang ditetapkan di AS, seperti disebutkan dalam laporan.
Selain Citarum, wilayah lain di Indonesia yaitu Kalimantan juga masuk dalam daftar tersebut karena penyebaran
Klik
limbah merkuri di pertambangan emas skala kecil.
Tahun ini, negara lain yang masuk dalam daftar
adalah Bangladesh, yang disebutkan sungai terbesar di ibukota Dhaka
tercemar sampah beracun.
Sampah elektronik
"Sampah
elektronik akan menjadi tantangan. Pertumbuhanya meningkat. Setiap
orang ingin komputer, sebuah laptop, dan peralatan elektronik modern,
jadi saya pikir kita seperti melihat gunung es."
Afrika Barat merupakan wilayah kedua terbesar pengembangan sampah elektronik, di Agbogbloshie ibukota Ghana, Accra.
Setiap tahun, Ghana mengimpor sekitar 215.000
ton barang-barang elektronik bekas, terutama dari Eropa Barat, dan
diperkirakan akan bertambah dua kali lipat pada 2020, menurut laporan
tersebut.
Laporan organisasi lingkungan juga menyebutkan
masalah kesehatan yang menjadi perhatian adalah kaitan pemrosesan sampah
elektronik di Ghana adalah membakar penutup kabel untuk memulihkan
bagian tembaga di dalamnya. Kabel-kabel tersebut bisa jadi mengandung
logam berat, termasuk timah.
Contoh tanah dari sekitar Agbogbloshie
menunjukan tingkat konsentrasi logam beracun mencapai 45 kali dari level
yang dapat diterima, seperti dikatakan dalam laporan.
"Sampah elektronik akan menjadi tantangan.
Pertumbuhanya meningkat. Setiap orang ingin komputer, laptop, dan
peralatan elektronik modern, jadi saya pikir kita seperti melihat gunung
es," kata direktur penelitian Blacksmith, Jack Caravanos kepada
reporter seperti diberitakan AFP.
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
KLH
dan BI mendorong sektor Perbankan dukung Ekonomi Hijau - See more at:
http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
KLH
dan BI mendorong sektor Perbankan dukung Ekonomi Hijau - See more at:
http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
KLH
dan BI mendorong sektor Perbankan dukung Ekonomi Hijau - See more at:
http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank
Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing
mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau.
Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak
Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup,
Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari
berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan
KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen
Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian
dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan
Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur
Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah
Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US
AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking di berbagai
Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua
aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan.
Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas
dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan
berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi
bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih
baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi
Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup,
Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of
renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain
minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal),
Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar
Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai
fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,”
demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah
ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini
memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai
impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada
inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran
Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk
membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di
sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing)
diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun
turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti
penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada
dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah
upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait
dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan
portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan,
efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah
lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk
kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan
pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa
penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam
kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia
berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya
penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari
menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi
peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi
terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan
peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan
nasional. Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan
dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai
paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut,
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia
(BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi
dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama
yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota
Kesepahaman ini meliputi:
- Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk
mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
- Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman,
kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup
perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi
kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi
yang diperlukan.
- Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
- Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan
regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan
hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank
Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing
mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau.
Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak
Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup,
Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari
berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan
KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen
Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian
dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan
Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur
Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah
Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US
AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking di berbagai
Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua
aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan.
Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas
dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan
berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi
bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih
baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi
Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup,
Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of
renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain
minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal),
Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar
Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai
fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,”
demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah
ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini
memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai
impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada
inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran
Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk
membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di
sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing)
diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun
turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti
penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada
dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah
upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait
dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan
portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan,
efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah
lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk
kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan
pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa
penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam
kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia
berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya
penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari
menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi
peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi
terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan
peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan
nasional. Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan
dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai
paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut,
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia
(BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi
dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama
yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota
Kesepahaman ini meliputi:
- Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk
mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
- Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman,
kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup
perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi
kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi
yang diperlukan.
- Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
- Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan
regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan
hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank
Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing
mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau.
Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak
Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup,
Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari
berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan
KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen
Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian
dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan
Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur
Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah
Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US
AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking di berbagai
Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua
aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan.
Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas
dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan
berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi
bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih
baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi
Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup,
Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of
renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain
minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal),
Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar
Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai
fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,”
demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah
ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini
memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai
impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada
inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran
Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk
membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di
sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing)
diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun
turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti
penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada
dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah
upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait
dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan
portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan,
efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah
lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk
kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan
pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa
penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam
kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia
berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya
penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari
menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi
peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi
terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan
peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan
nasional. Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan
dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai
paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut,
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia
(BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi
dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama
yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota
Kesepahaman ini meliputi:
- Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk
mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
- Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman,
kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup
perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi
kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi
yang diperlukan.
- Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
- Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan
regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan
hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank
Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing
mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau.
Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak
Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup,
Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari
berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan
KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen
Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian
dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan
Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur
Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah
Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US
AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking di berbagai
Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua
aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan.
Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas
dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan
berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi
bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih
baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi
Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup,
Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of
renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain
minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal),
Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar
Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai
fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,”
demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah
ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini
memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai
impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada
inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran
Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk
membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di
sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing)
diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun
turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti
penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada
dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah
upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait
dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan
portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan,
efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah
lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk
kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan
pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa
penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam
kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia
berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya
penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari
menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi
peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi
terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan
peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan
nasional. Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan
dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai
paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut,
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia
(BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi
dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama
yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota
Kesepahaman ini meliputi:
- Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk
mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
- Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman,
kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup
perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi
kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi
yang diperlukan.
- Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
- Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan
regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan
hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank
Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing
mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau.
Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak
Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup,
Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari
berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan
KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen
Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian
dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan
Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur
Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah
Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US
AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking di berbagai
Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua
aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan.
Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas
dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan
berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi
bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih
baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi
Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup,
Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of
renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain
minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal),
Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar
Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai
fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,”
demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah
ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini
memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai
impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada
inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran
Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk
membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di
sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing)
diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun
turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti
penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada
dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah
upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait
dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan
portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan,
efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah
lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk
kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan
pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa
penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam
kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia
berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya
penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari
menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi
peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi
terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan
peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan
nasional. Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan
dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai
paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut,
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia
(BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi
dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama
yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota
Kesepahaman ini meliputi:
- Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk
mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
- Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman,
kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup
perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi
kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi
yang diperlukan.
- Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
- Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan
regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan
hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank
Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing
mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau.
Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak
Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup,
Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari
berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan
KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen
Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian
dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan
Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur
Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah
Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US
AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking di berbagai
Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua
aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan.
Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas
dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan
berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi
bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih
baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi
Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup,
Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of
renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain
minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal),
Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar
Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai
fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,”
demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah
ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini
memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai
impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada
inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran
Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk
membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di
sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing)
diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun
turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti
penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada
dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah
upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait
dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan
portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan,
efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah
lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk
kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan
pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa
penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam
kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia
berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya
penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari
menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi
peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi
terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan
peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan
nasional. Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan
dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai
paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut,
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia
(BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi
dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama
yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota
Kesepahaman ini meliputi:
- Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk
mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
- Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman,
kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup
perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi
kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi
yang diperlukan.
- Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
- Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan
regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan
hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank
Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing
mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau.
Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak
Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup,
Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari
berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan
KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen
Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian
dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan
Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur
Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah
Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US
AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking di berbagai
Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua
aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan.
Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas
dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan
berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi
bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih
baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi
Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup,
Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of
renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain
minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal),
Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar
Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai
fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,”
demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah
ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini
memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai
impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada
inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran
Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk
membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di
sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing)
diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun
turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti
penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada
dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah
upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait
dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan
portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan,
efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah
lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk
kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan
pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa
penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam
kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia
berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya
penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari
menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi
peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi
terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan
peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan
nasional. Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan
dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai
paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut,
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia
(BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi
dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama
yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota
Kesepahaman ini meliputi:
- Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk
mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
- Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman,
kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup
perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi
kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi
yang diperlukan.
- Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
- Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan
regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan
hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank
Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing
mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau.
Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak
Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup,
Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari
berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan
KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen
Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian
dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan
Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur
Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah
Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US
AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking di berbagai
Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua
aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan.
Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas
dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan
berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi
bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih
baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi
Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup,
Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of
renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain
minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal),
Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar
Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai
fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,”
demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah
ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini
memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai
impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada
inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran
Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk
membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di
sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing)
diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun
turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti
penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada
dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah
upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait
dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan
portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan,
efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah
lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk
kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan
pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa
penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam
kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia
berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya
penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari
menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi
peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi
terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan
peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan
nasional. Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan
dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai
paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut,
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia
(BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi
dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama
yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota
Kesepahaman ini meliputi:
- Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk
mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
- Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman,
kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup
perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi
kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi
yang diperlukan.
- Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
- Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan
regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan
hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank
Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing
mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau.
Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak
Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup,
Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari
berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan
KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen
Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian
dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan
Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur
Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah
Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US
AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking di berbagai
Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua
aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan.
Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas
dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan
berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi
bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih
baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi
Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup,
Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of
renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain
minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal),
Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar
Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai
fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,”
demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah
ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini
memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai
impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada
inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran
Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk
membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di
sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing)
diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun
turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti
penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada
dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah
upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait
dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan
portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan,
efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah
lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk
kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan
pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa
penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam
kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia
berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya
penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari
menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi
peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi
terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan
peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan
nasional. Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan
dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai
paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut,
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia
(BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi
dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama
yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota
Kesepahaman ini meliputi:
- Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk
mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
- Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman,
kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup
perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi
kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi
yang diperlukan.
- Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
- Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan
regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan
hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Bank
Indonesia – 21 Agustus 2013, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan Media Briefing
mengenai Peran Perbankan dalam Melaksanakan Pembangunan Ekonomi Hijau.
Media briefing akan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Bapak
Ronald Waas dan ditutup oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup,
Ibu Hermien Roosita. Media briefing ini menghadirkan narasumber dari
berbagai lembaga terkait. Imam Hendargo (Deputi Bidang Tata Lingkungan
KLH) menyampaikan materi Perbankan Ramah Lingkungan sebagai Instrumen
Ekonomi, sedangkan Irwan Lubis (Direktur Eksekutif Departemen Penelitian
dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia) mengangkat Kebijakan Perbankan
Ramah Lingkungan. Dari perbankan, hadir Felia Salim (Wakil Direktur
Utama Bank BNI) memaparkan Pengalaman dalam Penerapan Perbankan Ramah
Lingkungan. Selanjutnya, Raymond Bona (Deputy Chief of Party ICED-US
AID) akan menyampaikan mengenai Penerapan Green Banking di berbagai
Negara.
“Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengharuskan semua
aktivitas ekonomi untuk patuh mendorong kelestarian lingkungan.
Perbankan sebagai bagian dari entitas bisnis tentunya tidak terlepas
dari hal ini. Pengabaian terhadap ketentuan tersebut tentunya akan
berpotensi meningkatkan risiko kredit, risiko hukum dan risiko reputasi
bagi perbankan. Untuk itu perbankan perlu memahami dan menguasai lebih
baik mengenai manajemen risiko lingkungan hidup ini,” demikian Deputi
Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas saat membuka pertemuan tersebut.
Deputi Kementerian Lingkungan Hidup,
Imam Hendargo memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara ring of
renewable energy atau sering disebut juga negeri sabuk energi. Selain
minyak dan gas bumi, mulai dari Hydropower, Panas Bumi (geothermal),
Surya, Angin, Arus dan Gelombang Laut, Angin, Bio Massa, Bahan Bakar
Nabati semua ada di Indonesia. “Upaya menjadikan green energy sebagai
fondasi energi adalah merupakan wujud nyata dari Green Economy,”
demikian ungkapnya.
Isu yang tak kalah pentingnya adalah
ketahanan pangan dan energi (food and energy security). Dua sektor ini
memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian terutama karena nilai
impor yang cukup besar, fluktuasi harga komoditas yang berpengaruh pada
inflasi dan tekanan pada nilai tukar, hingga defisit Neraca Pembayaran
Indonesia. Ronald Waas menegaskan, untuk itu dukungan perbankan untuk
membiayai ke dua sektor tersebut menjadi sangat penting. Pembiayaan di
sektor energi dan pertanian yang ramah lingkungan (green financing)
diharapkan tidak hanya menghasilkan swa-sembada energi dan pangan namun
turut berkontribusi terhadap permasalahan green economy lainnya seperti
penurunan gas rumah kaca yang telah menjadi komitmen Indonesia kepada
dunia internasional.
Prinsip dasar dari green banking adalah
upaya memperkuat kemampuan manajemen risiko bank khususnya terkait
dengan lingkungan hidup dan mendorong perbankan untuk meningkatkan
portofolio pembiayaan ramah lingkungan hidup seperti energi terbarukan,
efisiensi energi, pertanian organik, eco-tourism, transportasi ramah
lingkungan, dan berbagai eco-label products. Ini merupakan bentuk
kesadaran bank terhadap risiko kemungkinan terjadinya masalah lingkungan
pada proyek yang dibiayainya yang mungkin berdampak negatif berupa
penurunan kualitas kredit dan reputasi bank yang bersangkutan. Dalam
kerangka yang lebih makro dan bersifat jangka panjang, Bank Indonesia
berharap green banking akan memberikan kontribusi positif pada upaya
penguatan kebijakan fiskal dan moneter yang antara lain tercermin dari
menurunnya beban impor minyak dan produk pertanian karena terjadi
peningkatan pasokan energi domestik dari sumber-sumber energi
terbarukan, peningkatan efisiensi penggunaan energi oleh industri, dan
peningkatan produk pertanian organik yang didukung oleh perbankan
nasional. Pada sisi lain, langkah ini menjadi kontribusi perbankan
dalam mendukung komitmen pemerintah memperbaiki posisi Indonesia sebagai
paru-paru dunia dengan menurunkan emisi gas rumah kaca.
Dalam mendorong kebijakan tersebut,
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan Bank Indonesia
(BI) melakukan koordinasi dan kerjasama yang sangat intens. Koordinasi
dan kerjasama tersebut diwujudkan dalam bentuk Nota Kesepahaman Bersama
yang telah diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali. Ruang lingkup Nota
Kesepahaman ini meliputi:
- Sinkronisasi dan harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang diperlukan sesuai tugas dan wewenang masing-masing lembaga, untuk
mendukung peningkatan peran perbankan dalam upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
- Penyediaan informasi mengenai peraturan, kebijakan, pedoman,
kriteria, standard dan evaluasi nilai, kinerja lingkungan hidup
perusahaan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan edukasi, sosialisasi
kepada perbankan dan penelitian untuk merumuskan pedoman dan regulasi
yang diperlukan.
- Penyelenggarakan edukasi dan sosialisasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada perbankan.
- Pelaksanaan penelitian bersama dalam rangka penyusunan pedoman dan
regulasi bagi perbankan yang mempertimbangkan konsep ramah lingkungan
hidup.
- See more at: http://www.menlh.go.id/klh-dan-bi-mendorong-sektor-perbankan-dukung-ekonomi-hijau/#sthash.PajbweJ6.dpuf
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang
Limbah beracun ancam ratusan juta orang